Eksistensi Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar: Lintas Sejarah dan Spiritualitas
Drs. Marsono,M.PdH.
Drs. Marsono,M.PdH.
Candi Cetho adalah salah satu peninggalan sejarah dan
spiritualitas yang unik di Indonesia, terletak di Dusun Cetho, Desa
Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Candi ini berdiri megah di ketinggian 1.470 meter di atas permukaan
laut, menghadap hamparan pemandangan alam yang memukau.
Keberadaannya menjadi saksi bisu perjalanan panjang budaya,
kepercayaan, dan spiritualitas masyarakat Jawa sejak masa akhir
Kerajaan Majapahit hingga era modern. Dengan struktur punden
berundak yang khas, Candi Cetho mencerminkan perpaduan antara
tradisi lokal dan pengaruh Hindu yang mendalam, menjadikannya
berbeda dari kebanyakan candi lain di Jawa Tengah, seperti Candi
Prambanan atau kompleks Candi Dieng, yang memiliki struktur
arsitektur vertikal dengan pusat utama di tengah.
Menurut prasasti dengan aksara Jawa Kuna yang ditemukan
pada gapura teras ketujuh, Candi Cetho didirikan sekitar tahun 1397
Saka (1475 M), menjadikannya salah satu peninggalan penting dari
era Majapahit yang mulai mengalami kemunduran. Keberadaan candi
ini pada masa itu erat kaitannya dengan kegiatan spiritual dan
keagamaan masyarakat, khususnya untuk pelukatan atau pembersihan
diri dari dosa dan kutukan. Simbol-simbol spiritual seperti lingga-yoni
yang banyak ditemukan di kompleks Candi Cetho tidak hanya
menggambarkan penghormatan terhadap konsep kesuburan, tetapi
juga mencerminkan pandangan kosmologis masyarakat tentang
harmoni antara manusia dan alam semesta.
Namun, sejarah panjang Candi Cetho tidak lepas dari
kontroversi dan interpretasi yang beragam. Selama bertahun-tahun,
persepsi masyarakat terhadap candi ini sering kali terdistorsi oleh
pemahaman yang keliru, terutama karena simbol-simbol lingga-yoni
yang dianggap “erotis” oleh sebagian pihak tanpa memahami makna
sakralnya. Bahkan, ada yang menyebut candi ini sebagai "candi
porno" karena simbol-simbol tersebut, yang sebenarnya memiliki nilai
religius mendalam dalam ajaran Hindu. Persepsi negatif ini
berdampak pada citra umat Hindu dan menjadikan tantangan
tersendiri dalam upaya melestarikan candi sebagai situs sejarah dan
spiritual.
Selain itu, Candi Cetho juga menjadi bukti adanya perubahan
fungsi dari masa ke masa. Pada masa pembangunannya, candi ini
difungsikan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa Hindu dan leluhur,
serta sebagai tempat pelaksanaan berbagai ritual magis untuk menjaga
keseimbangan antara duniawi dan spiritual. Namun, dalam era
modern, candi ini telah bertransformasi menjadi destinasi wisata yang
menarik perhatian wisatawan lokal maupun internasional. Hal ini
memberikan dampak positif dalam aspek ekonomi dan pengenalan
budaya, tetapi juga menimbulkan risiko terhadap pelestarian nilai-nilai
asli candi akibat perubahan fungsi dan tingginya aktivitas pengunjung.
Infoteks.org © 2025 All Rights Reserved.